Friday, June 08, 2007

Meski tak sebebas merpati (oleh2 tidur malem)

"Rona Bahagia Terpancar Dari Anggukan
Saat Kupasangkan
Pasang Cincin Di Jemari
T'rima Kasih Kau Terima
Pertunangan Indah Ini
Bahagia, Meski Mungkin
Tak Sebebas Merpati
"

Ceplak!, Tapak tangan kakak-ku tiba2 mendarat (darurat, kali yee..) di kepala. Membuatku berhenti melantunkan gubahan kahitna yang meledak saat aku (dan pembaca juga, kayaknya) masih SD dulu, yaaah taon 94-an laah. "Idung masih meler, nyanyi-nya yg serem2 gitu. Diem! ganggu ajah", cetusnya saat itu.

Iya, dan sekarang udah beda. Aku yakin kakak-ku malah akan "bertanya", jika aku tak kunjung membahas bait lirik diatas. (Hihihi.. alhamdulilaah normal ni kak)

Sobat,

Tunangan, ato istilah laen (kalo ada) yang menggambarkan permintaan seorang cowok kepada seorang cewek untuk dinikah, ternyata gak simple. Ada aturan maen nyang harus kita ikutin (nyang ngatur agama seeh.. bkn pak mentri).

Dalam aturannya, tunangan bisa diungkapkan dengan ucapan yg jelas seperti :

-"Aku tertarik untuk menikahimu", ato

-"Sungguh Aku ingin menikahimu", ato

Ato kalimat2 laen yg membuat si pendengar gak bingung mencerna maknanya. pasti! Yaah.. begitu laa, kata laennya. (tentunya smbil pake jas ama dasi, peci juga. Biar keliat angker dikit)

Juga bisa dengan ucapan halus, ato sindiran, misalnya dengan:

-"Sunguh engkau sangat menarik",

-"Aku sangat tertarik denganmu",

Tapi inget, pemakaian cara ini harus disertakan juga “penguat” laen yg menunjukkan bahwa maksud kita mengatakan itu benar2 untuk tujuan tunangan (serius!). Pemilihan cara ini biasanya hanya ditujukan agar terlihat lbh halus saja (lbh romantis laaa.. istilah dalem-nya).

Jika itu "gol", dia nerima, berarti tak boleh lagi ada yg mendekati si dia (Yes!.. yes!, .. yes!)

"(UU) Tunangan" punya landasan hukum yg amat kuat (awas kena sumprit kalo nyelonong), diantaranya sbg brkt:

1. Al qur'an:

"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiranatau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu" (QS: Al baqarah : 235)

2. As sunnah:

a. Ucapan Rasul.

Dari Uqbah bin Amir, bahwasannya Rasulullah berkata: "Seorang mukmin saudara mukmin yang lain. Maka tidaklah halal bagi seorang mukmin bertransaksi diatas transaksi saudaranya, atau bertunangan dengan (wanita) yang telah ditunangi saudaranya, hingga ada sebab-sebab". Ditakhrij oleh Ahmad dan Muslim.

b. Perbuatan Rasul.

Dari 'Irak bahwasannya Nabi saw. meminang 'Aisyah kepada Abu bakar, bapaknya. Lalu Abu bakar berkata kepada beliau: "Namun sungguh aku adalah saudaramu". Rasul menjawab: "engkau saudaraku di dalam agama Allah dan kitab-Nya, sedang dia ('Aisyah, putri beliau) halal bagiku".

c. Ketetapan Rasul.

Diriwayatkan, bahwa dahulu, sebagian sahabat melakukan praktek tunangan saat Rasul masih hidup, Namun beliau tidak melarangnya. Bahkan, kepada beberapa sahabat, beliau berkata: "Lihatlah kepadanya(perempuan yg akan engkau tunangi), karena itu akan membuat kelanggengan diantara kalian berdua (jika nikah nanti)".

3. (juga) Ijma'

Yaitu bahwa tak ada nash-nash naqli (Al qur'an maupun hadits), yang bertentangan dengannya.

Meski begitu, tunangan bukanlah hal yg musti, bagi para calon mempelai. Hanyalah sesuatu yg mustahabbah ato dianjurkan. Nikahpun sah-sah saja tanpa adanya tunangan.

Telah maklum, dalam tunangan pihak cowok berhak melihat calon “pendamping hidup”nya. Lalu, apakah pihak cewek memiliki hak yg sama dalam hal ini?
Jawabnya, iyah!. Bahkan lebih dianjurkan. Kenapa?
Karena ketika janur kuning telah melengkung (ehmm.. ehem.. kapan yah?), dan si perempuan ternyata 'kurang minat' setelah melihat pasanganya, maka masalah akan timbul, coz "palu cerai" hanya si suami yang megang (nooh kaan..). Tak hanya itu, nash-nash dalil yang membolehkan melihat pasangan sebelum nikah, yang memang menggunakan lafadz "laki-laki", ternyata hanya 'adat bahasa' saja. Lafadz laki-laki dalam nash itu juga mengandung arti perempuan sebagaimana dalam nash-nash yg laen. Contoh satu yah.. "Dan dirikanlah shalat, dan keluarkan lah zakat.."(QS. Al baqarah : 43). Ayat diatas menggunakan lafadz perintah (hanya) k
epada laki-laki, tapi apakah kaum muslimah terbebas dari perintah itu?

Keputusan diterima ato enggaknya suatu pinangan, tidak hanya dimonopoli oleh si perempuan (ternyata!, hehehe..). Tapi ada beberapa ketentuan:

1. (Hanya) dari si perempuan, jika dia telah baligh dan berakal. Dan si peminang sekufu'.

2. Dari wali, jika si perempuan masih terlalu kecil.

3. Dari si perempuan dan wali (juga). Jika si peminang ternyata tidak sekufu'.

4. Dari hakim, jika si perempuan terbukti gila dan tidak memiliki seorang wali-pun.

Namun hati-hati, ikatan tunangan bisa lepas begitu saja, bila kita tidak menjaganya. Beberapa kedaan dibawah ini adalah gambaran dimana cewek yg telah kita pinang "boleh" didatangi pihak ketiga,

1. Peminang kedua dan pihak perempuan tidak tahu-menahu bahwa (ternyata) kita telah meminangnya lebih awal. Jadi, perlu adanya sosialisasi sederhana, sekedar memproklamirkan pertunangan kita dengan khalayak.

2. Kita memberikan izin kepada peminang kedua, baik jelas maupun samar. Izin yang jelas, seperti yang telah kita tahu, yaitu ada jawaban pasti. Sedang izin yg samar yaitu, bisa dengan:

-Kita "tidak melarang" peminang kedua ketika dia minta izin pada kita.

-Kita hanya "diam" ketika dimintai izin.

-Telah hilang aqad. Mungkin dengan kematian atau gila.

3. Kita (dinilai) meninggalkannya (Uhh! tega,)

Meski belum resmi kita lepas, tali tunangan bisa saja pudar. Hingga si cewek boleh dipinang oleh cowok laen. Hal ini, bila telah ada beberapa "ciri" yang menjadikan status pertunangan kita "diragukan!", yaitu dengan adanya:

-Kepergian kita yg jauh, hingga komunikasi hilang diterpa jarak

-Setelah berjalan, terbukti bahwa si dia haram kita nikahi. (mungkin krn ternyata dia saudara sepersusuan ato mungkin ternyata si dia adalah ibu kita sendiri, hehehe... jd inget legenda sangkuriang!, ato kemungkinan yg laen).

-Peminang yg kedua dinilai lebih baik dalam agama dan perangai dibanding kita (makanye jaga mutu!).

Terus, boleh gak sih kalo cewek minang cowok?
Boleh!. Sebuah hadits yg diriwayatkan oleh Sahl bin sa'd as sa'idy menjadi pijakannya, dia berkata: seorang perempuan datang kepada Rasulullah saw. lalu berkata: "Wahai Rasulullah, aku datang untuk memberikan diriku kepadamu". Rasul kemudian melihat padanya. Lalu Rasul menunduk. Melihat bahwa Rasul tidak tertarik kepadanya, si perempuan itu pun kemudian duduk. Lalu seorang sahabat berdiri sembari berkata: "Wahai Rasulullah jika engkau tidak tertarik dengannya, maka nikahkanlah aku kepadanya"…dst. (HR. Muslim)
Malahan, para salafus shalih dulu punya kebiasaan meminangkan anak perempuannya kepada pemuda2 yg shalih (mogaa.. kita termasuk).
Semoga kita senantiasa diberi petunjuk dalam membuat keputusan.

No comments: